oleh

WALHI Babel Pertanyakan Status Kepemilikan Lahan HL Kuarsa yang Diklaim NW

BABELEKSPOS.COM, PARIT TIGA – WALHI Bangka Belitung ikut menyoroti aktivitas tambang ilegal yang dikoordinir oleh NW di kawasan Hutan Lindung (HL) Kuarsa Teluk Limau, Parit Tiga, Kabupaten Bangka Barat. Selain itu, NW sendiri mengklaim sebagai pemilik lahan di kawasan HL Kuarsa tersebut.

Perwakilan WALHI Babel, Dedek mempertanyakan kepemilikan status lahan HL Kuarsa yang diakui oleh NW, seperti dokumen pendukung yang dikeluarkan oleh negara, yg menyatakan secara hukum bahwa memang lahan itu merupakan hak milik NW.

“Lalu yang kedua, apakah kepemilikannya atas nama perseorangan/perusahaan? Kalau atas nama perseorangan, tolong dilihat lagi aturan tentang batas luasan kepemilikan lahan utk perseorangan,” tanya Dedek.

Lebih lanjut dikatakan Dedek, soal peruntukan lahan itu. Kalau memang oknum NW  bersikeras itu tidak masuk kawasan HL, maka apakah peruntukannya untuk perkebunan atau pertambangan.

“Kalau untuk perkebunan, kalau tidak salah di Bangka Barat, Pajak Bumi dan Bangunan untuk perkebunan  Rp.50.000,-/hektare. Apakah selama ini dia membayar PBB? Kalau tidak, artinya dia menunggak dan melakukan penggelapan pajak,” terangnya.

Masih kata Dedek, kalau memang lahan itu peruntukannya untuk pertambangan, apakah mereka memegang IUP untuk kwasan itu.

“Kalau tidak, artinya dia jg melakukan pnambangan liar. Artinya ada pelanggaran perizinan dan pajak pertmbangan yang berujung ke arah tindakan terencana yg merugikan negara,” ungkapnya.

Oleh karenanya, Dedek meminta kepada aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti status kepemilikan lahan HL Kuarsa yang diakui oleh NW.

“Kalau pengamanan konflik di zona pertambangan bisa mereka selesaikan. Kenapa di wilayah yang tidak masuk zona tambang malah seolah-olah terjadi pembiaran yang berlarut-larut,” tukasnya.

Menurut dia, seharusnya aparat terkait dengan tingkat SDM yg sudah mumpuni didukung oleh kecanggihan teknologi untuk mengumpulkan data dan fakta di lapangan.

“Harusnya bisa melihat dari semua aspek untuk satu pelanggaran yang dilakukan, bahkan hanya berhenti di satu aspek saja. Karena biar bagaimana pun si oknum juga pasti mencari celah utk bisa lolos dari jeratan hukum,” jelasnya.

Penutup, dia mengajak para anggota WALHI dan masyarakat luas untuk melakukan perlawanan terhadap kejahatan lingkungan melalui jalur hukum.

“Disamping untuk melihat sampai sejauh mana rasa keadilan yang diberikan oleh hukum dan perundang-perundangan yang berlaku di Indonesia. Juga merasa upaya melalui jalur hukum jauh lebih elegan dan hasilnya lebih legitimate. Terlepas dari hasil keputusan pengadilannya, menang atau kalah,” pungkasnya. (red)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *